14 Sep 2011
Buruk Arsenal Cermin Dibelah
Sebelumnya, ia menuai puja-puji sebagai sosok bertangan Midas siap menyulap talenta muda agar tampak kinclong. Kini, sang Profesor menerima berbagai kritik sebagai sosok tidak peka lantaran didera kekalahan demi kekalahan.
Arsene Wenger memupus harapan fans. Manajer berlatarbelakang pendidikan akuntan itu lebih disibukkan dengan hitung-hitungan fulus. Alhasil, ia gagal memberikan trofi dalam enam musim berturutan. Tunggu dulu, ingatan fans akan sejarah tidaklah pendek.
Lintas sejarahnya, manajer asal Prancis itu telah mempersembahkan tiga gelar Premier League (1997-98, 2001-02 dan 2003-04). Sejak pertama kali berdiri, The Gunners telah 25 kali gonta-ganti manajer. Dari jumlah itu, hanya ada delapan manajer yang mampu memberikan gelar juara, termasuk Wenger.
Fans tidak serta merta mengembangkan euphoria. Meriam The Gunners tidak kuasa menghajar pasukan Setan Merah. Manchester United mempermalukan Arsenal dengan 8-2. Ini penghinaan terbesar bagi Arsenal dalam kurun 100 tahun, terhitung sejak kekalahan Loughborough pada 1896.
Tampil sebagai skuad yang miskin kepercayaan diri, sejumlah pemain anyar skuad besutan Wenger memenangi laga pekan keempat, yaitu melawan Swansea City, dengan skor 1-0. Pada dua laga sebelumnya, Arsenal bermain imbang 0-0 dengan Newcastle United dan menyerah 0-2 kepada Liverpool.
Jelas-jelas posisi Wenger di ujung tanduk. Dan bos Arsenal Peter Hill-Wood angkat suara menjamin posisi Wenger aman saja. "Isu soal (Wenger) sama sekali tidak benar. Saya kira ia cukup senang berada di Arsenal. Kami pun juga senang dengan kehadiran dia di sini," katanya.
Reaksi Hill-Wood yang menjamin oke posisi Wenger dan reaksi fans yang memvonis bahwa kegagalan kontan terbayar pemecatan dilatarbelakangi oleh pakem sejarah evolusi khas filsuf Teilhard Chardin. Menurut pemikir asal Prancis itu, sejarah merupakan tema pokok pemikiran masa kini. Masa depan ditawarkan kepada manusia, bukan justru dipaksakan. Titik Omega sebagai kemenangan Arsenal mutlak dicapai dalam ziarah waktu.
Dan Wenger melakoni evolusi. Terinspirasi ide Titik Omega itu, Wenger mendatangkan Park Chu-young, striker Monaco dengan nilai kontrak 3-5 juta Poundsterling, Andre Santos, bek kiri asal Fenerbahce (6,2 juta poundsterling), Per Mertesacker, bek tengah Werder Bremen (8 juta poundsterling), Yossi Benayoun, gelandang Chelsea dengan status dipinjamkan, dan Mikel Arteta, gelandang Everton yang dibanderol 10 juta poundsterling.
Ketika merespon amunisi baru di tubuh Arsenal itu, pengamat bola Phil McNulty menulis Wenger tersandera oleh kisah sukses masa lampau dengan "youngster"nya. Tesis khas Wenger justru kini terlibas dengan pasukan United yang kini rata-rata berusia 23 tahun.
Evolusi Arsenal dengan amunisi anyar itu lebih didorong oleh pertanyaan krusial, "Siapa dia?" bukan "Siapa untuk siapa?" Siapa sebenarnya para pemain itu? Bukan justru, transfer itu semata memuaskan syahwat kemenangan fans? Ujung dari pertanyaan itu, pengamat bersama fans menuding Wenger mengidap "panic buying". Pilihannya menuai tanggungjawab etis.
Harapan fans bukan tanpa dasar. Mereka berharap Wenger menjawab pertanyaan khas alam pikir Inggris, "Apa yang dapat menggerakkan saya untuk berkurban demi kebahagiaan orang lain?" Wenger diharapkan paham betul teori besar etika utilitarisme Inggris bahwa perbuatan manusia ditentukan oleh tujuannya. Apa tujuan sesungguhnya mendatangkan sejumlah pemain baru itu? Pengamat bola Alan Shearer menulis bahwa naif bila publik menyangka bahwa masalah Arsenal bakal berakhir. Wenger terkesan terjepit tenggat penutupan jendela transfer pemain Premier League. Dan Arsenal memerlukan penguatan di lini pertahanan. Wenger terus berada dalam tekanan utamanya dari publik Emirates Stadium.
Belum lagi, para pemain baru itu memerlukan suntikan kepercayaan diri. Malaise bakal dihadapi Wenger. "Kami tidak melewati awal yang alot di Premier League meskipun skeptisisme mulai merebak kepada kemampuan tim. Kini kami punya lima pemain baru," katanya.
Apakah Wenger sedang menikmati filosofi yang mencari bagi dirinya sendiri suatu hidup penuh kenikmatan? Bukankah Bentham dulu dicerca sebagai sosok yang mengandalkan filsafat yang hanya cocok untuk babi (pig philosophy). Nikmat kemenangan semata merendahkan manusia ke tingkat hewan.
Dan Wenger menjawab dengan bernas, "lebih baik menjadi manusia yang tidak puas ketimbang babi yang puas!" Manajer Arsenal itu tengah mengusahakan nikmat kemenangan dan menghindari kekalahan. Ia mahfum dengan alam pikir sepakbola Inggris. Buruk Arsenal, jangan sampai cermin Wenger dibelah.
sumber: bola.net
Langganan:
Posting Komentar (Atom)