Namun, dalam keasyikan tersebut, ada sebuah keheranan dalam benak saya. Betapapun pegulat idola saya menghajar atau dihajar lawan, tidak ada setetespun darah yang tertumpah. Bahkan, seorang pegulat yang dihajar sampai klenger di episode ini, bakal tampil bugar di episode berikutnya. Nyaris sulit dipercaya, bahwa ada manusia seperti mereka.
Keheranan saya segera mendapat jawabannya. Dari sebuah majalah remaja, saya mengetahui bahwa acara itu hanyalah 'sandiwara' belaka. Semua penampilan jagoan-jagoan ring tersebut hanya tinggal mengikuti skenario yang telah ditentukan oleh produser. Bahkan, pemenang dari pertandingan tersebut sudah ditentukan sebelum laga itu dimulai.
Terus terang, sejak saat itu, saya tidak pernah lagi menonton acara tersebut. Tertipu. Itulah yang saya rasakan. Betapa tidak, orang-orang yang saya anggap 'titisan' Hercules atau Xena, ternyata hanya para aktor, tak ubahnya para bintang sinetron kita.
Walau nampak real, ajang WCW, juga kompetisi sepak bola Indonesia, ternyata tak lebih dari sinetron yang sudah diskenario(c)WCW
Belakangan, saya kembali merasa tertipu. Kali ini, perasaan itu lebih menyakitkan. Betapa tidak, olahraga yang menjadi idola saya sejak masih duduk di bangku SD, sepak bola Indonesia, ternyata tak lebih dari sebuah drama. Tak ubahnya "WWE Smackdown" atau bahkan sinetron-sinetron yang kini marak menghiasi layar kaca kita.
Saya termasuk salah seorang pecinta bola yang beruntung. Betapa tidak, saya pernah berbincang langsung dengan salah seorang 'sutradara' di balik sinetron berjudul "Liga Indonesia". Dia mengaku, pernah mendapat proyek dari sebuah tim yang nyaris terdegradasi. Bukan untuk melatih, tugas sutradara tadi adalah mengupayakan tim tadi, dengan segenap usaha, bisa lolos dari jurang degradasi.
"Sebuah pekerjaan nyaris mustahil. Saat kompetisi tinggal menyisakan lima pertandingan lagi, posisi tim ini masih berada di dasar klasemen. Namun, inilah sepak bola Indonesia. Tidak ada yang tidak mungkin. Akhirnya, setelah menyapu bersih lima kemenangan (beberapa di antaranya dengan ajaib), tim tersebut bisa lolos,"ujar sang Sutradara, dengan nada jumawa.
Sang Sutradara ini hanyalah satu bagian kecil dari sebuah penipuan sistemik terhadap rakyat Indonesia. Masih banyak contoh-contoh kasus lain, yang sayangnya banyak luput, atau ditutupi dari liputan media. Padahal, pihak-pihak yang terlibat dalam mekanisme tersebut, satu persatu, mulai angkat bicara dan mengakui adanya sebuah skenario besar penipuan ini.
Dalam sebuah acara di televisi swasta baru-baru ini, Saleh Ismail Mukadar, ketua umum Persebaya, mengakui adanya kecurangan di dalam tubuh kompetisi kita. Hal ini menurut Saleh karena iklim kompetisi kita sudah sedemikian busuk. Bahkan, pemain muda nan lugu dalam dua tahun kompetisi bisa menjadi selicik para seniornya. Sebab, menurut politisi kawakan Jawa Timur ini, siapa yang tidak licik, dia akan menjadi korban dalam kerasnya kompetisi ini. Persis seperti hukum rimba. Siapa yang kuat dia bakal bertahan. Siapa yang lemah, dia akan dimangsa.
Pernyataan ini senada dengan penjelasan salah seorang tokoh sepak bola nasional, Mohamad Kusnaeni. Menurut jurnalis senior ini, ada tiga model skenario yang lazim diterapkan di Liga Indonesia. Skenario pertama, pengaturan skor akhir pertandingan. Skenario kedua, pengaturan hasil akhir pertandingan. Yang terakhir, pengaturan hasil akhir kompetisi. Luar biasa. Apabila skenario ketiga dijalankan, berarti, kita bisa mengetahui juara musim itu, bahkan sebelum kompetisi tersebut digulirkan.
Pernyataan tokoh bola yang biasa disapa Bung Kus ini bukan hanya sekedar omong kosong. Bahkan, seringkali inisiatif untuk melakukan 'permainan' ini justru datang dari PSSI, bukan dari klub. Menurut salah seorang mantan manajer klub divisi 3, Hengky Widodo, selama dia menangani sebuah klub, tak terhitung banyaknya tawaran dari PSSI untuk main mata dan melakukan kecurangan. Paling sering, dia dimintai sejumlah uang oleh PSSI Jawa Timur, tanpa kwitansi. Imbalan bagi klub? Hengky memang tidak mengungkapkan keuntungan apa yang dia dapat, namun yang jelas, apabila upeti pada PSSI kurang, bisa dipastikan bakal berdampak negatif pada tim mereka.
Sayangnya, seperti biasa, PSSI memasang taktik catenaccio dalam menanggapi kritikan pada kinerjanya. Bahkan, untuk mengakui bahwa ada sebuah gurita suap di dalam tubuh kompetisinya, Nurdin Halid enggan. Ketua Umum PSSI tersebut mengaku bahwa dia tidak pernah menemui adanya sebuah organisasi terstruktur di tubuh PSSI yang terkait dengan suap. Nurdin berdalih bahwa semua ini tak lebih dari ulah segelintir oknum. Sayangnya, mantan narapidana ini (Nurdin menolak disebut koruptor. Namun, dia terima disebut mantan narapidana, red), tidak bisa menjelaskan betapa canggihnya gurita mafia bekerja di tubuh PSSI sehingga mampu menyusun sebuah skenario juara kompetisi.
Seringkali fanatisme suporter Liga Indonesia berlebihan, terutama untuk kompetisi yang sudah bisa diduga pemenangnya sebelum kompetisi itu sendiri dimulai. (c) ist
Mirisnya, suporter kita hanya sering berteriak untuk menuntut adanya revolusi di tubuh PSSI. Pertanyaannya, sadarkah mereka, ternyata klub-klub yang mereka puja, bahkan sampai berkorban nyawa, hanyalah aktor-aktor dalam liga yang sudah diskenario ini? Sadarkah bahwa selama ini kita hanya ditipu? Sampai kapankah kita mau dibohongi, atau membohongi diri sendiri?
Semoga saja, kita bisa berharap Kongres Sepak bola Nasional yang bakal digelar di Malang, akhir bulan ini mampu membawa perubahan bahkan revolusi ke tubuh PSSI. Sementara menanti hal tersebut, mungkin kita bisa menambahkan tulisan, "Pertandingan ini hanya fiktif belaka. Dilakukan oleh aktor-aktor profesional. Jangan tiru adegan ini," pada setiap penayangan siaran langsung Liga Indonesia, seperti tulisan yang jamak ditemui dalam siaran acara "WWE Smackdown".
sumber: bola.net
https://chikenking.net/2019/04/29/arena-nx2-wala-ayam-putih-menang-hoki
Arena NX2 Wala Ayam Putih Menang Hoki (live)
WA : 0812-2222-995
Line: cs_bolavita